Pandu Al Irsyad
Jumat, 20 April 2018
Rabu, 31 Januari 2018
Selasa, 26 Desember 2017
Sejarah Nama Ambalan Pramuka SMA IT Al Irsyad Purwokerto
Nama Ambalan diambil dari tokoh Pejuang
Indonesia yang menjunjung tinggi Agama Islam, Beliau adalah Ahmad Surkati dan
Cut Nyak Dien. Ahmad Surkati Al Anshari adalah salah seorang ulama besar
yang pernah hidup di Indonesia. Beliau adalah seorang pembaharu pada paruh
pertama abad ke – 20 yang mendirikan dan memimpin Jam’iyyah Al Irsyad, salah
satu organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang hidup hingga kini di
Indonesia. Ulama ini memiliki pandangan keagamaan yang berbeda dibandingankan
ulama – ulama pembaharu lainnya. Seperti Ahmad Hassan, KH. Ahmad Dahlan dan
Lain-lain. Apalagi dibanding dengan ulama yang tergolong tradisional. Beliau
juga seorang penulis yang cukup produktif, karya tulisnya banyak dimuat di berbagai
media massa pada zamannya baik berupa kitab ataupun buku.
Paham
dan pendapatnya tentang Aqidah dan Syari’ah banyak tertuang dalam tulisan –
tulisan dan ceramah – ceramah dan pengajiannya. Beliau tidak segan – segan
mengeritik tokoh –tokoh islam tradisional yang penuh dengan Bid’ah, Khurafat
dan Syirik. Beliau juga terkenal amat berani dalam menegakkan pendapatnya. Sedangkan Cut Nyak Diean merupakan keturunan
langsung Sultan Aceh. Ia menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga pada usia masih
belia tahun 1862 dan memiliki seorang anak laki-laki.
Ketika
Perang Aceh meluas tahun 1873, Cut Nyak Dien memimpin perang di garis depan,
melawan Belanda yang mempunyai persenjataan lebih lengkap. Setelah
bertahun-tahun bertempur, pasukannya terdesak dan memutuskan untuk mengungsi ke
daerah yang lebih terpencil. Dalam pertempuran di Sela Glee Tarun, Teuku
Ibrahim gugur.
Kendati
demikian, Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan dengan semangat berapi-api.
Kebetulan saat upacara penguburan suaminya, ia bertemu dengan Teuku Umar yang
kemudian menjadi suami sekaligus rekan perjuangan.
Bersama,
mereka membangun kembali kekuatan dan menghancurkan markas Belanda di sejumlah
tempat. Namun, ujian berat kembali dirasa ketika pada 11 Februari 1899, Teuku
Umar gugur. Sementara itu, Belanda yang tahu pasukan Cut Nyak Dien melemah dan
hanya bisa menghindar terus melakukan
tekanan.
Akibatnya,
kondisi fisik dan kesehatan Cut Nyak Dien menurun, namun pertempuran tetap ia
lakukan. Melihat kondisi seperti itu, panglima perangnya, Pang Laot Ali, menawarkan
menyerahkan diri ke Belanda. Tapi Cut Nyak Dien malah marah dan menegaskan
untuk terus bertempur.
Akhirnya
Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan untuk menghindari pengaruhnya terhadap
masyarakat Aceh, ia diasingkan ke Pulau Jawa, tepatnya ke Sumedang, Jawa Barat.
Di tempat pengasingannya, Cut Nyak Dien yang sudah renta dan mengalami gangguan
penglihatan, mengajar agama. Ia tetap merahasiakan jati diri sampai akhir
hayatnya.
Ia
wafat pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Sumedang. Makamnya baru diketahui
secara pasti pada tahun 1960 kala Pemda Aceh sengaja melakukan penelusuran.
Perjuangan Cut Nyak Dien membuat seorang penulis Belanda, Ny Szekly Lulof,
kagum dan menggelarinya "Ratu Aceh".
Langganan:
Postingan (Atom)