Selasa, 26 Desember 2017

Sejarah Nama Ambalan Pramuka SMA IT Al Irsyad Purwokerto



Sejarah Nama Ambalan


Nama Ambalan diambil dari tokoh Pejuang Indonesia yang menjunjung tinggi Agama Islam, Beliau adalah Ahmad Surkati dan Cut Nyak Dien. Ahmad Surkati Al Anshari adalah salah seorang ulama besar yang pernah hidup di Indonesia. Beliau adalah seorang pembaharu pada paruh pertama abad ke – 20 yang mendirikan dan memimpin Jam’iyyah Al Irsyad, salah satu organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang hidup hingga kini di Indonesia. Ulama ini memiliki pandangan keagamaan yang berbeda dibandingankan ulama – ulama pembaharu lainnya. Seperti Ahmad Hassan, KH. Ahmad Dahlan dan Lain-lain. Apalagi dibanding dengan ulama yang tergolong tradisional. Beliau juga seorang penulis yang cukup produktif, karya tulisnya banyak dimuat di berbagai media massa pada zamannya baik berupa kitab ataupun buku.
Paham dan pendapatnya tentang Aqidah dan Syari’ah banyak tertuang dalam tulisan – tulisan dan ceramah – ceramah dan pengajiannya. Beliau tidak segan – segan mengeritik tokoh –tokoh islam tradisional yang penuh dengan Bid’ah, Khurafat dan Syirik. Beliau juga terkenal amat berani dalam menegakkan pendapatnya.  Sedangkan Cut Nyak Diean merupakan keturunan langsung Sultan Aceh. Ia menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga pada usia masih belia tahun 1862 dan memiliki seorang anak laki-laki.
Ketika Perang Aceh meluas tahun 1873, Cut Nyak Dien memimpin perang di garis depan, melawan Belanda yang mempunyai persenjataan lebih lengkap. Setelah bertahun-tahun bertempur, pasukannya terdesak dan memutuskan untuk mengungsi ke daerah yang lebih terpencil. Dalam pertempuran di Sela Glee Tarun, Teuku Ibrahim gugur.
Kendati demikian, Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan dengan semangat berapi-api. Kebetulan saat upacara penguburan suaminya, ia bertemu dengan Teuku Umar yang kemudian menjadi suami sekaligus rekan perjuangan.
Bersama, mereka membangun kembali kekuatan dan menghancurkan markas Belanda di sejumlah tempat. Namun, ujian berat kembali dirasa ketika pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur. Sementara itu, Belanda yang tahu pasukan Cut Nyak Dien melemah dan hanya bisa menghindar  terus melakukan tekanan.
Akibatnya, kondisi fisik dan kesehatan Cut Nyak Dien menurun, namun pertempuran tetap ia lakukan. Melihat kondisi seperti itu, panglima perangnya, Pang Laot Ali, menawarkan menyerahkan diri ke Belanda. Tapi Cut Nyak Dien malah marah dan menegaskan untuk terus bertempur.
Akhirnya Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan untuk menghindari pengaruhnya terhadap masyarakat Aceh, ia diasingkan ke Pulau Jawa, tepatnya ke Sumedang, Jawa Barat. Di tempat pengasingannya, Cut Nyak Dien yang sudah renta dan mengalami gangguan penglihatan, mengajar agama. Ia tetap merahasiakan jati diri sampai akhir hayatnya.
Ia wafat pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Sumedang. Makamnya baru diketahui secara pasti pada tahun 1960 kala Pemda Aceh sengaja melakukan penelusuran. Perjuangan Cut Nyak Dien membuat seorang penulis Belanda, Ny Szekly Lulof, kagum dan menggelarinya "Ratu Aceh".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar